Tuesday, September 23, 2014

Kenapa aku disini?

Hari-hari ini angin giat mengikuti musim berjalan. Rimbun dedaunan meranggaskan tubuhnya perlahan menuju tanah. Angin menggerakan serpihan daun kuning yang lunglai itu ke ujung jalan. Tak ada hujan. Juga dingin, ya dingin yang menggigil. Aku sangat menikmatinya. Suasana yang pas untuk menanti kapan hujan kan datang. Disini, di kota yang berada dalam mangkok pegunungan.  Namanya Bandung.
 

Kotanya romantis? Tidak. Tidak seromantis Jogja. Bandung sangat dinamis dan optimis.

Malam ini aku masih bersandar di kursi meja kerja. Dari lantai dua gedung yang terletak di Jln. Sukawangi, Bandung Utara. Deru angin menyelinap masuk jendela menjatuhkan bingkai foto ruangan kami. Tapi aku tak peduli, aku sedang egois menikmati setiap hembusan angin yang menggelitik leherku. Membiarkan helai rambutku berjejalan ditiup olehnya. Sambil menikmati segelas teh hangat. Ditemani alunan saxophone smooth jazz-nya Dave Koz.

Meja kerjaku di pojok, di antara banyaknya bilik-bilik kubikal. Semua staff sudah pulang. Hanya tinggal kak Rumi, seorang staff kantor yang bergulat dengan laptopnya (atau lebih tepat pekerjaannya). Sementara aku? Aku sedang mencari inspirasi untuk membuat presentasiku minggu depan. Sedang memikirkan bagaimana membuat presentasi yang fantastis dan memukau *lebay. Tapi nampaknya inspirasi itu tak kunjung datang. Aku malah terjebak dalam blog ini. Dia memaksaku untuk menulis, katanya, “kamu harus bercerita hari ini!”. Hah, ini pemaksaan namanya. Bodohnya, aku patuh saja.


Sudah 2,6 tahun aku menetap di Bandung. Kota yang menyenangkan. Tempat kerja yang menjanjikan. Atmosfer untuk bertumbuh dan maju. Rekan kerja yang bersahabat. Supervisor yang bijaksana.

Masih teringat ketika melangkahkan kaki ke gedung ini Januari 2012. Beribu pertanyaan dikepala ini yang membuatku merasa ini seperti bukan Tira bangettt.

“kamu kan lebih suka pekerjaan sekuler?”

“kamu kan selalu menghindari bos laki-laki?”

“kamu kan cari gaji yang besaaarr?”

“kamu kan benci bahasa inggris?”

Dan pertanyaan itu mengumpul jadi satu, membentuk kesimpulan:

Kenapa kamu disini, Tira?

Pertanyaan aneh. Tapi itu benar-benar terbesit berkali kali.
Sudah 2,6 tahun terlewati. Tapi ternyata aku berhasil melawan kesombongan masa laluku. Sekarang:

“aku kerja di Christian organization”

“pimpinanku laki-laki”

“gajiku cukup dan aku amat mensyukurinya”

“aku menikmati berbahasa inggris”

Dan, I have no complaint!

Aku menikmati banyaknya perjalananku. Mendoakan orang-orang. Berbagi cerita dan kisah. Aku bertemu banyak orang baru dengan bahasa dan budaya yang berbeda.

Kini aku tau kenapa aku disini!

Aku belajar tentang keluarga. Aku belajar untuk menjadi pendengar bagi mereka yang berkisah. Aku belajar untuk memeluk orang-orang yang kesepian. Aku belajar tentang “kasih”. Aku belajar bahwa hidup itu tidak ‘sendiri’. Aku menangis karena haru. Aku tertawa karena sukacita. Aku menikmati anak-anak yang tersenyum berlarian sambil malu-malu. Aku hanya merasa “hidup”. Aku merasa cinta itu memang sederhana.

Kini aku tau kenapa aku disini!

Bukan karena aku hebat. Bukan karena aku layak.

Aku disini karena Tuhan sedang membuka mataku. Membuka telingaku. Menggerakkan tanganku. Melangkahkan kakiku.

Aku ingin menceritakan setiap perjalananku. Tapi aku tak punya waktu untuk menuliskannya. Aku takut suatu saat menjadi “lupa” dan tak bisa mengingat lagi saat-saat berharga itu.

Aku ingin menceritakan setiap orang-orang yang kutemui. Mereka yang memberi inspirasi. Mereka yang memberi cinta tanpa syarat.

Aku disini sebagaimana aku ada. Meski aku tau, I am going to move into the next stage of my life. Ya, aku tau itu. Disini? Atau disana?


Bandung, 23 September 2014 7:02 PM

No comments:

Post a Comment