Monday, April 8, 2013

Teman, masih ingatkah kamu?


Hai my dear best friend,

Rasanya lega mendengar kabar terakhirmu via twitter beberapa hari lalu:
“Tira, apa kabar? Long time no see..Tira mama aku sudah pulang Puji Tuhan.. Kamu sekarang ada dimana?rindunyaa….”
Wah, syukur alhamdulllah ya”, jawabku gaya Syahrini.
Yah, sudah cukup lama tak bertemu. Mungkin 3 tahun atau 4 tahun. Terakhir kita bermain, menikmati liburan bersama.

Sedih mendengar ceritamu waktu itu…ketika kita berdiri di orchard road, diantara sekian banyak orang berlalu lalang, namun tak ada satupun yang mengenalmu, dan tak ada pula yang kamu kenal. Mereka tidak tau apa yang kita bicarakan, entah mereka tak peduli atau memang tidak memahami bahasa kita. Tiba-tiba langkah kita terhenti. Aku sedih mengetahui kalau sahabatku sedang hancur. Aku tahu ada yang ga beres sebelum kamu mengatakan hal yang menamparmu itu.
mamaku di sel”
apa?”, memastikan mungkin yang aku dengar itu salah.
mamaku di penjara”, untuk kedua kalinya kamu mengulang pernyataanmu dengan vocabulary yang berbeda. Dan aku tau itu tidak mudah. Itu terlalu berat untuk diucapkan. Mungkin saja kala itu kamu ingin berteriak dihadapan semua orang bahwa dunia sungguh tidak adil. Kamu sedang berlari dari orang-orang dekatmu. Sejenak meninggalkan kotamu. Pergi jauh ketempat orang-orang yang tak mengenalmu.
Aku tidak kaget. Aku tau betul suatu pencobaan sedang kamu alami sebelum keberangkatan kita kala itu. Kamu banyak menghindar dari pergaulan. Kamu menghindari banyak orang. Kamu bukan lagi kamu yang dulu. Kamu yang selalu memberi keceriaan bagi teman-temanmu. Kamu yang memberi passion untuk kampus. Kamu yang eksis didunia hiburan Yogyakarta. Kamu yang selalu memberi tawa dalam setiap siaranmu. Radio adalah duniamu. Entertainment adalah nyawamu. Kerja keras adalah motto-mu. Kamu punya semuanya.
Masih ingatkah kamu ketika kita duduk makan siang di sebuah food court – Universal Studio, kamu bercerita bahwa banyak orang mengkhianati mamamu, menjadikan mamamu tameng, menjadikan posisi dia yang bersalah dan mencapakkannya kedalam penjara. Disitu aku belajar bahwa kamu sedang dicoba menjadi kepala keluarga bagi adikmu.
Masih ingatkah kamu ketika kita “mengejar Jakarta”, anak kampus dari kota Jogja yang mencoba peruntungan di kota Metropolitan yang gila, dimana kamu pernah diculik oleh segerombolan penjahat dan seluruh barangmu dicuri. Akulah orang yang kamu telepon setelah tantemu disebuah wartel yang kamu sendiri tak tau dimana. mereka melemparmu begitu saja dari mobil. Jakarta yang gila, begitukan?.Terima kasih untuk selalu ingat no hp-ku. Kamu terlalu kuat melewati ujian itu. Kamu terlalu banyak mendapat tempaan, kawan.


Masih ingatkah kita mengambil waktu untuk berlibur ke Bandung untuk pertama kalinya disela kesibukan magang kita di stasiun televisi kebanggaan kita masing-masing J. Diatas rel, kereta kita melaju dengan pelan, langit beranjak gelap yang mengantarkan kita pada obrolan yang begitu serius.
Tira, papaku meninggalkan mamaku sejak aku kecil, dia menikahi wanita lain, dan kini mereka tinggal dengan saudara tiriku. Mamaku berjuang sendiri menghidupi kedua anaknya”.
Hai kawan, tahukah kamu, disitu aku belajar bahwa hidup harus tegar. Aku sangat memahami bagaimana kamu tidak memiliki figure seorang ayah, tetapi kamu selalu berusaha menjadi kepala keluarga yang baik bagi ibu dan adikmu.
Apapun yang selalu kamu ceritakan tentang hidupmu, aku tak pernah menasehatimu dengan panjang lebar. Bagaimana mungkin aku menasehatimu karena aku sedang belajar tentang kehidupan darimu. Kamu pasti sangat hafal apa yang selalu aku sampaikan padamu,”Segala sesuatu itu pasti indah pada waktunya!”, dan kamu merespon, “Aku tau, pernyataan itu ada di Bible kamu kan?”, aku tersenyum dan tertawa, kamupun tersenyum.

Sahabatku,
Masih ingatkah kamu, ketika kita masih menjadi mahasiswa ingusan yang terus berusaha “exist”. Ketika aku tau betul betapa kamu mencintai dunia penyiaran. Siang itu kamu sms aku, meminta untuk mendengar kamu siaran. “Tir, Dengarkan aku siaran pukul 02.00 di Star FM”.
Rasanya tertawa geli ketika kamu menyatakan perasaan cinta-mu melalui siaran radio kala itu. Ketika kamu belum menyelesaikan kalimatmu, dan dengan tiba-tiba menyudahi program siaranmu. Buatku itu special. Spesial mengucapkan namaku dalam saluran udara. Tapi bukankah kita teman, kamu sudah sangat special dengan menjadi temanku. Jika lebih dari itu, persahabaan kita takkan bisa seindah ini.
Masih ingatkah kamu, ketika kamu berkali-kali bertanya, “Tir, usia berapa kira-kira kamu akan menikah?”, aku menjawab, “Mungkin 29 tahun”, dan dengan sigap kamu menanggapi, “wahhh aku masih punya waktu 8 tahun untuk bekerja keras, mengumpulkan uang yang banyak, membeli rumah, bulan madu di Bali..tunggu aku ya Tir……amin..amin”.
Aku pasti tertawa geli ketika kamu mengucapkan itu. Kamu sangat pekerja keras. Sangat punya mimpi. Buatku itu special. Spesial karena aku adalah bagian dari semangatmu. Tapi bukankah kita teman, kamu sudah sangat special dengan menjadi temanku. Jika lebih dari itu, persahabatan kita takkan bisa seindah ini.
Masih ingatkah kamu, semasa kuliah. Kala itu malam begitu larut, kita pergi ke sebuah café di Kaliurang. Kamu menjemputku di kost sambil mengendarai Honda jazz milik mamamu. Sekian ratus meter perjalanan kita kamu mengakui sesuatu,
Tir, aku baru belajar naik mobil kemarin, dan malam ini pertama kalinya mengendarai sendiri sejauh ini”.
Dan aku hanya melongok, kaget, kemudian terbahak.
Jadi aku bahan percobaan??”.
Walau aku seharusnya khawatir akan nyawaku ditanganmu kala itu, sebenarnya aku sangat percaya padamu. Sambil menikmati segelas LongIsland berwarna biru malam itu, sayup-sayup mendengarkan pesanmu, “jangan banyak minum!”, wow,  rasanya kuncinya hanya satu. Aku percaya bahwa ada sahabatku disampingku yang menjagaku.
Ingatkah kamu teman, kamu sangat oportunis :). Kamu selalu ingin jadi bagian dari kelompok belajarku dalam setiap mata kuliah. Supaya aku bisa mengerjakan tugas-tugas bagianmu, dan kamu menggantinya dengan traktiranmu. Dan aku menyadari bahwa kita sama-sama oportunis :) :). Kamu tidak bisa membuat aku marah meski aku marah. Terlalu banyak hal yang aku tolerir, sampai aku menyadari bahwa seorang sahabat tidak mungkin menghitung-hitung apa yang sudah kuberi dan apa yang sudah kuterima.
Well, I’ve got a great friend. Tahukah kamu betapa aku semakin menghargaimu ketika apa? Ketika kita berada dalam satu kamar dalam perjalanan kita di Singapore. You have to know that I don’t like to share room with a guy (bukan mukhrimmmm!!). Tapi, aku sangat percaya denganmu. Dari awal kita bersahabat hingga terakhir kita bertemu, aku selalu percaya padamu. 
"Tir, aku gak akan apa-apain kamu, aku punya tanggung jawab besar untuk adik perempuanku, jadi aku gak mungkin apa-apain kamu”.
 Terima kasih atas semuanya. Terima kasih telah menjadi orang yang sangat bisa dipercaya. Tapi kamu ga homo kannn???, hahha I am just pulling your leg!

Hai my dear best friend,
You are the best friend that I’ve ever had. Thank you for being such a great friend for me. Much appreciated!
Entah 4 tahun ini kamu menghilang begitu saja, atau mungkin memang aku yang menghilang. Tapi aku melihat adanya pelangi dalam kehidupanmu setelah mengarungi beratnya hujan badai. Temukan kekasih hatimu, bahagiakan keluargamu!

Ingat, Segala sesuatu pasti indah pada waktunya, teman! :)
(cerita ini bagian dari -10 years long way from home-)

No comments:

Post a Comment