Thursday, June 28, 2007

gerbang selanjutnya! kuliah --> kerja

Aku mulai memasuki gerbang selanjutnya….

Benar kata bapak itu (seorang CEO perusahaan dimana aku bernaung), untuk mencapai kesuksesan bukanlah kepandaian, kecerdasan, kecantikan dan kehebatan modalnya, tapi kemampuan kita cepat beradaptasi terhadap perubahan. Apapun perubahan itu, inilah yang kualami.
Perubahan tuntutan hidup, perubahan lingkungan, perubahan karakter orang disekitar, perubahan globalisasi, perubahan usia......komplikasi perubahan untuk melangkah di gerbang selanjutnya.

Adalah saat-saat menegangkan bagiku saat aku sadar lulus dari sebuah taman kanak-kanak setelah 3 tahun bermain disana. Memasuki dunia yang baru dengan seragam baru putih merah. Diruangan baru, sekolah baru, guru baru, teman-teman baru. Oh Tuhan, seru hatiku, seperti apa ini kujalani.

Life must go on....semua berlangsung cepat. Hingga memasuki tahap selanjutnya. Lulus dari sekolah dasar, suatu masa berat dimana orang-orang tercinta dan memanjakanku sudah jauh...sangat jauh dan tak kembali. Sebuah perubahan dahsyat dimana ku diposisikan untuk hidup mandiri, memutuskan segalanya dengan sendiri dan kesuksesan serta kebahagiaan itu ada ditanganku. Entah bagaimana aku bisa bertahan dengan seragam biru putih, menjadi anak yang minder, dengan sedikit teman, mengalami gejolak transisi anak-anak menuju remaja, merasakan jatuh cinta dan pergaulan ABG.

Dan inilah waktunya kamu menjauhi rasa takutmu untuk berada di lingkungan baru lagi Tir, seragam abu-abu putih, di sebuah sekolah yang tidak ada sama sekali teman yang kamu kenal. Aku sendiri, di tengah keriuhan siswa baru di hari pertama ospek, aku kembali merasakan perubahan, di gerbang selanjutnya, dan pikiranku berkata: Kamu harus eksis disini!!.

Ternyata benar, adaptasi terhadap perubahan akan membawamu pada eksistensi diri! Aku menyiksa diriku dengan masa-masa berat di pemilihan OSIS waktu itu. Banyak siswa yang satu persatu mengundurkan diri setelah melewati berbagai level test. Aku.....aku tetap memaksakan diriku sampai tahap puncak mencari posisi itu. Ya...sebuah eksistensi diri!!!dan aku berhasil meraihnya......! Seragam Abu-abu putih telah mengajarkanku selama tiga tahun untuk belajar bertahan terhadap adaptasi perubahan yang cepat dan berkala.

Ibu Lilik, ya dia seorang guru ekonomi, masih terngiang dikepalaku tentang statement-nya. ”Saat kamu keluar dari gerbang SMU ini, terdapat gerbang baru yang harus kamu jalani, lebih berat, dan masa depan ada ditanganmu saat itu, oleh karena keputusanmu, yang menjadikanmu lebih dewasa”.

Memutuskan untuk kuliah di luar kota (Yogyakarta) adalah masa yang berat, tahun 2003, ya aku masih ingat, itulah perubahan terberat dalam hidupku yang harus aku adaptasi. Bukan lagi semudah transisi TK menuju SD, SD menuju SMP, SMP menuju SMU, jauh...jauh lebih dari itu. Begitu berat, hingga rasanya terlalu sulit bernafas, hingga rasanya sudah habis air mata, hingga rasanya kepala mau pecah, hingga rasanya aku ingin lari jauh dari bumi ini. Beristirahat sebentar di planet lain, ingin tenang, jauh dari mereka, jauh dari lingkungan itu, jauh dari situasi ini.

Tapi ternyata tidak bisa, aku tetap ada disini, aku berada pada ”kenyataan”, aku ada pada ”perubahan”, dan aku...aku harus cepat beradaptasi.

Gerbang itu mulai pelan-pelan kutinggalkan, suatu tempat yang buatku sudah cukup berat beban yang harus dipikul. Dan aku mulai harus memasuki gerbang yang baru, gerbang yang jauh lebih rumit.

Suatu gerbang untuk seorang yang baru beranjak dewasa sepertiku.
Suatu gerbang yang ternyata jauh lebih rumit dengan berbagai tuntutan,
suatu gerbang dimana banyak sekali karakter orang yang berbeda-beda,
suatu gerbang dimana iklim sangat menentukan produktivitas kita.
Gerbang ”dunia kerja”, dan aku semakin menyadari bahwa peluru yang aku bawa bukan sekedar peluru ”skill” dan ”ijazah”, tapi melebihi semua itu adalah peluru ”mental”.

Gerbang yang sangat fenomenal, gerbang dimana didalamnya banyak orang-orang individual, orang-orang yang meng-elu-elukan istilah ”profesional” tapi munafik, orang-orang yang penuh ambisius, para ”penjilat”, para ”pemakai topeng”, saling tikam, saling mengadu, saling menjatuhkan, gila harta, hedonis, tukang perintah, dll. Hingga bisa kusimpulkan bahwa orang-orang yang bertahan eksis dan dilevel aman adalah orang-orang yang pinter ”speak”. Speak terhadap atasan, speak terhadap forum, speak terhadap partner, speak terhadap klien. Sayangnya orang-orang seperti itu tidak pernah membuka telinga mereka untuk mau mendengar jeritan2 orang lemah, orang2 kecil atauorang-orang tertindas.

Gerbang itu didalamnya banyak budak-budak kapitalis, orang-orang yang termakan ideologi pihak tertentu, orang-orang yang mengais demi sesuap nasi dengan melakukan berbagai macam cara. Tapi mereka tidak sadar. Atau mereka sadar tapi mau tidak mau menjalaninya. Ya...inilah hidup. Seperti aku ini, ibaratnya bayi yang sedang belajar berjalan. Apa yang harus kulakukan, ya itu tadi, secepat mungkin menyesuaikan perubahan itu. Perlukah menjadi seperti mereka? Itu dilema. Atau tetap idealis dan sok suci, siap-siaplah kamu tersingkir, atau posisimu akan itu-itu aja. Lalu?

Setelah aku lama berpikir, aku tau jawabannya. Gejolak ini berawal karena betapa aku jauh dari Dia. Kalau aku dekat, mungkin aku tidak akan setakut ini. Iya, aku butuh dukungan yang bisa membawaku menuju gerbang selanjutnya, cuman Dia. Ya.....cuman Dia.

*suatu moment ketika mengalami tekanan ditempat kerja, Radio anak muda di jogja, ketika dihadapkan sebagai mahasiswa yang mulai belajar masuk di dunia kerja profesional. Jogja, Juni 2007

No comments:

Post a Comment