Friday, September 5, 2014

=sebuah mantra hujan=


di ujung jembatan selepas sore menjelang gelap
tiga gadis kecil berlarian mengangkat sandal jepit diatas kepalanya
hujan tiba
kami berlarian sepanjang jalan kampung sambil riang menyanyikan senandung hujan

udano sing deres
nyambelo sing pedes
macako sing pantes
kuplukan sing ambles


semacam  lirik kegembiraan menyambut hujan. Berkali kali kami mencuapkan matra itu.
Mantra itu berhasil, hujan pun makin deras!

Lalu
hujan mulai mereda.
Kami menceburkan diri ke kali, berlarian di pematang sawah, bersorak meneriaki itik yang berbaris.
Kami mencuri buah delima. Mengumpulkan bunga bunga bugenvile yang berjatuhan.
Aku terpeleset, beberapa detik kemudian kami saling menertawakan.
Kakiku dipenuhi koreng. Jari kuku-ku kotor.
Rambutku penuh kutu. Juga berwarna merah karena sengatan mentari.
Sungguh bukan seperti gadis kecil manis yang berkulit mulus.

Aku tak ingin menua.
Aku masih ingin berlarian menyambut hujan.
Menikmati semua alam. Menjadi diriku sebagaimana aku.
Bersama teman-temanku.

Malang, 20 tahun lalu.

No comments:

Post a Comment