Sunday, January 5, 2014

ketika cinta berkata jujur

“Bagaimana jika kamu memilih jalan yang berbeda? Bagaimana kalau mencari keberanian itu dan mengambil langkah selanjutnya? Ketika kamu membuat pilihan itu, percayalah pada sesuatu yang tak tergantikan”.

Cinta selalu membawaku pada pertanyaan besar? MENGAPA?

Itu yang menyebabkan aku tidak pernah memahami perasaan pria. Aku selalu bertanya “mengapa?”. Jika cinta berbicara mengenai hati, haruskah kepala tak meng-intimidasi?. Jika aku terus menggunakan kepalaku, apakah aku takkan mengenal cinta dengan hati?.

Ada banyak rahasia dalam hati pria, yang tersembunyi dan tak pernah bisa terungkapkan. Yang tak pernah bisa dibaca dan dipahami. Perempuan nampak lebih rumit. Pria begitu sederhana. Aku yang rumit ini tak bisa menjelajahi isi mereka yang begitu sederhana. Namun mengapa Tuhan menciptakan keduanya. Untuk saling mencintai dan dicintai, bukan?.


Kali ini aku belajar dengan seseorang bernama Wira. Dan untuk kesekian kalinya pria-pria yang berseliweran dalam hidupku. Bagiku dia hanya teman. Teman masa remaja ketika kami berusia belasan tahun. Sepuluh tahun telah berlalu sejak pengembaraanku keluar kampung halaman. Kami jarang bertemu sejak saat itu.

Namanya Wira. Pria melankolis yang tak banyak menyatakan perasaannya. Tak pernah bisa serius. Penuh canda dan rayu. Tak banyak bicara namun setia bertandang kerumahku.

Tubuhnya tegap. Kulitnya sawo matang. Tak heran kini dia seorang TNI Angkatan darat. Pengabdi Negara.

Jika ada yang berasumsi bahwa menyatakan cinta adalah hal yang terberat. Aku harus berkata jujur sejujur jujurnya itu benar. Lebih baik berlari 20 kali putaran tugu Malang atau mengerjakan tugas Fisika (pelajaran yang tak kusukai) daripada harus menyatakan sesuatu yang disebut cinta.

Mungkin ini yang dialami Wira. Sepuluh tahun lebih memendam rasa kagum dan cintanya pada seorang gadis biasa sepertiku. Gadis sederhana yang sudah jarang ditemuinya dalam sepuluh tahun terakhir. Gadis cuek yang jarang membalas SMS-nya. Gadis yang tak pernah menyadari keberadaan dirinya selalu dinantikan.

Tapi hari ini. Sebulan sebelum pernikahannya. Dia menyatakan cinta. Pada wanita lain yang bukan tunangannya.

Apa ini semua drama? Atau kegilaan seorang tokoh yang menghabiskan satu dekade kehidupan cintanya dengan menjaga hati? Apa ini panggung sandiwara? Yang menyatakan rasa kagumnya pada wanita lain sementara ada yang akan menunggunya di pelaminan.

Ini gila!!. pikirku mula-mula.

tik..tik..tik
waktu berjalan..

Aku belajar bahwa mencintai itu tidak salah. Lebih baik jujur menyatakan cinta daripada menyesalinya di kemudian hari.
Meski sepuluh tahun terasa sia-sia. Tapi aku tau kau tak menyesalinya.
Sebab semuanya menjadi ringan ketika kau jujur akan perasaanmu.

hah!
Aku seharusnya belajar itu dari kamu. Tidak pernah ada yang sia-sia dalam hidup ini. Yang terpenting adalah membiarkan cinta datang saja padamu dan tak menyalahkannya.

Aku seharusnya bangga padamu, yang bisa merasakan cinta meski tak memilikinya. Daripada aku yang tak bisa merasakan cinta dan tak berani memilikinya.

bukankah itu lebih menyedihkan?

#satudekade

No comments:

Post a Comment