Sunday, April 7, 2013

10 years – long way from home (part1)


Ketika dunia berkata: Kamu harus melihatnya untuk mempercayainya.  
But, trust me that God says: Only as you believe it, will you ever see it. Once you see it by faith, it can come into existence in the physical world.

Tak terasa sudah 1 dekade, ya ketika itu April 2003, aku duduk di ruang makan mengatakan dengan lidahku sendiri dihadapan mama dan papa. Menyadari itu adalah keputusan yang besar, remaja 17 tahun, dengan mimpi yang besar. “Aku sudah putuskan akan kuliah di Jogja!”

Tepat sepuluh tahun lalu, ketika aku melangkah memasuki kamar kesayanganku, yang di cat warna hijau modifikasi putih bagian atasnya. Kasur rotan kesayangan. Meja belajar dengan tumpukan buku. Bunga kertas didalam keranjang rotan sudut kamar. Lukisan kanvas kebanggaan - Winnie The Pooh terpampang didinding. Buku harian yang tersembunyi dibalik tumpukan baju lemari. Ya, aku masih ingat setiap sudutnya dengan jelas. Kamar yang menemaniku bertahun-tahun dalam kesendirian. Dan tepat sepuluh tahun lalu, aku duduk di kursi meja belajarku kala itu dan berdoa:

“Bapa, Ampuni aku karena selama ini aku marah dengan kedua orang tuaku. Sekarang, aku meminta Engkau mengubahku. Sekarang aku meminta hal yang baik padaMu, aku tidak akan meminta mereka berpisah, aku meminta Engkau persatukan dan ubah mereka. Dan bilamana aku akan melangkahkan kakiku keluar dari rumah ini, melihat sesuatu yang ingin Kau tunjukkan diluar sana, aku percaya Engkaupun berencana melakukan sesuatu untuk rumah ini”.

Dan doa itu terucap begitu saja dari bibirku. Namun tulus. I decided, “I surrender all!”

Doa hari itu mengawali PETUALANG HIDUP dalam sepuluh tahun ini. Ketika aku membuka pintu yang selama ini Dia ketok.

Selama sepuluh tahun ini aku semakin merasa berharga. Kenapa? Karena Bapaku sangat jatuh cinta denganku, Dia mengejar-ngejarku, Dia menarikku ketika aku lari dari-Nya, Dia menyeka air mataku. Aku mengangkat beban yang begitu berat, Dia memberikanku bahu yang kuat.  Aku terpelanting dalam badai yang kencang, tapi Dia bersamaku melewatinya.

Sudah sepuluh tahun berlalu, Dia berkali-kali memintaku untuk melayani-Nya, tapi aku berlari, aku menghindar, aku menolak sampai kemudian Dia berhasil menangkapku lagi.

Sepuluh tahun terasa begitu sebentar. Dulu aku gadis kekanak-kanakan yang mencoba menantang dunia. Yang mengandalkan diri sendiri. Yang berdiri diatas pengertian sendiri. Yang menutup diri. Sampai aku dibentuk, ditempa, ditempeleng. Sakit. Tapi aku menyadari, Ia adalah Bapa yang mengangkat tongkatNya untuk mendidik anaknya.

Beribu kali aku bertanya, “apa itu cinta?”, “mengapa aku harus gagal dengan cinta?”, sampai aku menyadari hanya Satu Pribadi yang tak habis-habisnya mencintaiku.

Aku memintanya,”please, Jangan mencintaiku!”

“Mengapa?”, tanyaNya padaku.

“Karena aku terlalu takut akan menyakitimu, hingga kamu akan menghakimiku, kamu akan menyalahkanku, kamu akan marah padaku, kamu akan berkata aku menyebalkan, kamu akan berkata aku judes dan galak, kamu akan berkata aku tak punya hati”.

“Aku tak pernah sedikitpun menghakimimu. Aku tak pernah membencimu. Aku akan terus mengejarmu hingga kau tertangkap. Aku terus mengasihimu. Aku akan terus mengetuk hatimu. Aku takkan menyalahkanmu ketika kau berbuat salah. Aku tau kamu sedang belajar. Kamu berharga. Apapun yang kamu lakukan, ketika kamu mengakui dan memohon maaf, Aku mengampunimu. Kamu indah dimataKu”.
terima kasih
terima kasih
terima kasih
karena menerimaku apa adanya
 
                                                                                                                     -Bandung, 7 April 2013-

(to be continued)

No comments:

Post a Comment