Sunday, March 28, 2010

edensor

” Pekerjaan itu tidak memberiku kelimpahan, tapi memberi keamanan financial dan kehidupan yang itu-itu saja, demikian gampang diramalkan kesudahannya. Aku terjamin secara sederhana, terlindung oleh system, stabil secara psikologis, mapan secara social, dan semua itu membuatku bosan. Aku merasa seperti tupai yang sibuk menggendong pinangnya, kura-kura yang mengerut ke dalam tamengnya, atau siput yang sembunyi di balik cangkangnya.


Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan, menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin liku-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat, mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar kea rah yang mengejutkan. Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun gurun, ingin melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup! “

Dari tetralogi lascar pelangi Andrea Hirata, mungkin buku ketiga ini yang luar biasa menggetarkan, membuat saya terkesima, heran, tapi saya tau itu pasti nyata. Sebuah novel yang memesona tentang pencarian diri dan cinta serta mimpi yang menjadi nyata.

Cinta Ikal terhadap A Ling serta dorongan guru SMA-nya Pak Balia membawa dia berkeliling eropa hingga afrika. Rasa rindunya atas surat A-Ling tentang desa Edensor membawanya ke kota kecil tertinggal di Inggris. Dari kesederhanaannya, Katya seorang gadis Jerman idola semua pria terkagum-kagum padanya. Serta Kegigihan para backpacker yang menelusuri dan menjelajahi setiap Negara dengan berbagai bahasa dan karakter orang.

Seorang teman bercerita kalau buku yg dikasih A Ling ke Ikal yg judul 'Seandainya Mereka Bisa Bicara' judul aslinya 'If Only They Could Talk' pengarangnya James Herriot tapi kalau memang buku yang dimaksud itu agak beda kisahnya dimana desa tempat si tokoh utama di buku itu tinggal sebagai dokter hewan itu tuh desa di daerah Yorkshire dan bukan Edensor
Edensor sendiri adanya di Derbyshire.

Yang paling menarik sebenarnya adalah cara sang penulis dalam menemukan desa khayalannya didalam perjalanannya yang tak disengaja. Seperti yang diceritakan dalam buku tersebut, dalam perjalanan itu akhirnya sampailah dia di sebuah desa dan kemudian sang penulis merasakan sesuatu dejavu akan masa lalunya lalu bertanyalah dia kepada penduduk setempat dan dijawablah : “Sure, lof. Its EDENSOR.”
*gila….merinding banget baca buku ini…*

Novel ini luar biasa. Bahkan pengarangnyapun sangat luar biasa, penuh inspirasi, membuka mata setiap orang bahwa mimpi dan khayalan bisa nyata terjadi. Saya sangat tidak sabar bagaimana jika novel ketiga ini di tampilkan dalam layar kaca. Wow, tantangan bagi Miles Production!.

No comments:

Post a Comment