Monday, December 4, 2006

ketika aku belajar mengampuni

Tuhan, bawalah kembali supaya aku berbalik, jadikan luka ini mati rasa, dan hatiku beroleh damai sejahtera”

”Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu, Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihatMu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku kedalam kemuliaan” (Mazmur 73:21-24)

***

Luka Bathin Seperti Virus, ia kembali datang menyerang saat kekebalan iman kita lengah. Maka Buang Jauh Virus itu!!!
MENGAMPUNI…..MENGAMPUNI….DAN TERUS MENGAMPUNI…..saat merasakan sakit itu lagi..engkau harus AMPUNI DIA…..lagi…lagi dan lagi kekecewaan itu muncul…lagi dan sekali lagi engkau harus ampuni.. Lakukan terus hingga engkau tidak merasakan luka lagi, hingga ingatan pahit itu berubah menjadi damai sejahtera.

Demikian Lukas 17:4 dikatakan; Bahkan jika ia (orang yang menyakitimu) berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia. Saat hatimu begitu berteriak dan tak kuasa untuk mengampuni saat itu BERSERULAH PADA TUHAN, katakan ”Bawalah kembali supaya aku berbalik (Yer 31:18)”. Tuhan aku tidak ingin merasa seperti ini lagi. Bawalah kembali supaya aku berbalik!.

Terlahir dari keluarga yang kurang menyenangkan (bisa dikatakan begitu) dan dibesarkan dalam tekanan–tekanan yang menyiksa bathin sepanjang hari, sepanjang bulan, sepanjang tahun memang memakan waktu yang panjang hingga genaplah belasan tahun sampai usia-ku yang ke 21 tahun. Hidup yang dibayang-bayangi oleh percekcokan kedua orang tua, hidup yang dibayangi oleh kekerasan papa semasa kecilku, hidup yang dihantui oleh ingatan bagaimana papa menyiksa mama baik fisik maupun psikologis, dibayangi kenyataan bahwa mereka dulu menikah karena ”kecelakaan” dan hidupku yang dipenuhi oleh teriakan hati betapa kurang kasih sayang mereka terhadapku. Dan hidupku terasa sia-sia saat kusadari betapa selama ini aku terikat oleh dendam, kemarahan, kekecewaan, ketakutan dan kepahitan.


Sadar ataupun tidak dendam maupun kepahitan akan mempengaruhi setiap relung kehidupanmu dan mengemudikan alam bawah sadarmu. Terkadang kau tidak menyadari betapa itu sangat menyiksamu bahkan lebih tersiksa dari luka fisik. Seolah luka batin itu benar-benar sudah menjadi borok yang membekas, bernanah dan pada akhirnya mengeluarkan bau tak sedap. Bau tak sedap inilah yang mempengaruhi kehidupan kita dengan orang lain. Orang lain seolah menjadi korban kemarahan kita, padalah kitalah korban, korban permainan Iblis.

Pada usia sekitar 5 tahun, aku baru bertemu papaku, dan hatiku sudah menolaknya dan merasakan betapa asingnya pria dihadapanku saat itu. Hari-hari yang kulalui setelah itu seperti neraka, beliau memukuli dan menyakitiku jika aku bersalah sedikit. Aku ketakutan...sangat ketakutan sekaligus benci....benci pula melihatnya memukuli kakak dan mamaku.

Aku jadi membenci semua laki-laki, kurasakan pula betapa hampanya rumahku. Mereka sibuk bekerja, mencari uang dan saat tiba dirumah perkelahian selalu muncul, dan kesekian kalinya aku melihat air mata mama mengalir, dan mulai kurasakan sakitnya, perasaannya dan hubungan batiniah kami. Aku semakin membenci papa. Masa SMP adalah masa pergolakan batinku, saat tante yang membesarkanku telah tiada, seorang wanita yang dapat kurasakan kasih sayangnya, dan kusadari aku sudah sendiri di dunia ini, hingga aku menegaskan diri sendiri untuk menjadi orang kuat, mandiri, dan tangguh.

Aku kira masa SMU-ku adalah masa terindah dalam hidupku, tapi ternyata itu sia-sia. Aku memiliki banyak teman, aku menjabat banyak peran penting dalam organisasi sekolah, aku populer, aku sangat sibuk, aku memiliki kekasih, aku disayangi guru dan karyawan sekolah, aku cukup berprestasi dan kukira itulah puncak masa remaja yang menyenangkan. Aku bahkan mencoba banyak hal seperti merokok dan minuman keras. Namun, hatiku penuh borok, hatiku tetap menangis, hatiku tetap berteriak, hatiku mengais-ngais meminta secercah cinta yang tulus yang tidak kudapatkan di rumah.

Efek luka batinku menjadikanku sebagai workaholic, sebisa mungkin aku tidak dirumah, apapun ku lakukan untuk melakukan kesibukan, aku mengikuti banyak kegiatan organisasi, les bimbingan belajar yang lokasinya satu setengah jam perjalanan dari rumah, pergi menghabiskan waktu di rumah teman, berjalan-jalan, disaat tertentu aku keluar kota sendirian, saat ku pulang aku lelah, kukira itu akan membuatku lebih baik tapi ternyata aku salah, toh aku menderita insomnia. Aku terus ketagihan alkohol dan rokok, aku kira itu akan membuatku lebih baik, tapi ternyata keadaanku semakin buruk. Aku tidak pernah berbicara hal-hal yang tidak penting pada papa, aku selalu mengunci diri dikamar, aku kira itu akan membuatku lebih baik, ternyata itu tidak mengubah keadaanku. Aku mengumpatnya, membalaskan dendamku dengan kepuasanku bisa menyakiti laki-laki, aku kira itu akan membuatku lebih baik, namun justru membuatku berbalik menyesal karena menyakiti mereka.

Saat lulus SMU aku melanjutkan kuliah di luar kota, aku kira akan menjadi lebih baik dengan meninggalkan rumah neraka itu, ternyata itu tidak mengubah segalanya, justru aku larut dalam pesta pora, kemabukan dan hawa nafsu. Aku kira dengan belajar giat, menabung pengalaman untuk kesuksesan akan membuatku lebih baik, namun kusadari itu ambisiku dikala aku lelah dan gagal tetap saja tidak merubah hatiku yang penuh amarah.

Hingga suatu hari, Tuhan menegur mereka, menghancurkan segalanya dengan Kuasa-Nya dibuatnya mama dan papa terpuruk. Masa dimana aku tidak dapat berkata apa-apa lagi, masa dimana aku merasa diposisi paling bawah dalam roda kehidupan keluarga kami. Hingga aku benar-benar meminta Tuhan untuk tidak membalikkan kami pada masa kejatuhan itu dua tahun lalu. Mama bermasalah dalam pekerjaannya dan papa jatuh sakit, saat kurasakan ujian Tuhan tersebut aku mulai bertobat. Aku mengampuninya....AKU MENGAMPUNI PAPAKU....Aku lupakan semua yang ia lakukan padaku selama 19 tahun, saat ia juga pernah menolak kelahiranku...AKU MENGAMPUNINYA..dan aku MOHON AMPUN pada Tuhan. Dan saat itu kurasakan betapa ringannya jiwaku, betapa sukacita kurasakan luar biasa, betapa aku pasrah dan menyerahkan kedua orang tua-ku pada Yesus yang mengasihi kami. Karena ia begitu mengasihi kami, sehingga ia menegur kami, ”Dahsyat Engkau! Siapakah yang tahan berdiri di hadapan-Mu pada saat Engkau murka?” (Mazmur 76:8). Hari-hari yang kulalui adalah doa, doa untuk mereka supaya mereka dipersatukan, doa untuk pemulihan mereka. Hingga lama kelamaan doa itu menjadi kering dan aku lelah karena semuanya tidak berubah, Iblis mulai menggodaku lagi.

Pengampunan itu tidak sepenuhnya ...aku memang mulai mencoba bersikap ramah, berbicara padanya dan kusadari betapa aku mengasihi papaku. Hanya trauma itu ternyata tidak hilang, aku tetap tidak merasakan cinta. Bagiku tetaplah hidup itu kejam dan pahit. Itulah pembentukan 20 tahun hidupku, tanpa cinta, tanpa kasih sayang, tanpa gambaran jelas apa itu kebahagiaan cinta, apa gunanya menikah, apa itu kehangatan kasih dan kedamaian hati. Semuanya tetap kering dan tandus, aku mulai membuka diri untuk bisa menerima papa dan mama, aku mencoba menerima kenyataan saat pertobatan malam itu, namun tetap aku hidup dalam ketakutan diri sendiri. Ketakutan jika aku akan mengalami seperti apa yang mereka alami, ketakutan akan kegagalan rumah tangga, ketakutan akan kegagalan membina cinta, ketakutan akan kehancuran karir, ketakutan akan sebuah komitmen. Karena setelah kejatuhan itu, tidak mengubahkan mama dan papa untuk bersatu dan akur. Bahkan saat kudengar kabar rencana keputusan mama untuk bercerai.

Disuatu hari saat ku pulang kerumah karena libur kuliah, aku mulai berbicara dari hati ke hati pada mama. Aku mulai mendengar jeritan hatinya, jeritan yang sebenarnya kurasakan sejak kecil tanpa ia harus mengatakannya, jeritan hati seorang perempuan yang lemah. Aku mulai melihat ia menangis dihadapanku, tangis yang sebelumnya ia sembunyikan belasan tahun dari anak-anaknya. Dan saat itu ia katakan betapa ia ingin berubah, menjadi seorang ibu dan istri yang baik bagi keluarganya. Namun kutahu tak ada yang peduli pada niat-nya, papa tetap tidak peduli padanya, dan semua orang seolah meninggalkannya,semua orang seolah menghakiminya. Aku melihat aura letih di wajahnya, ia selalu berusaha ceria seolah tak ada beban, ia selalu ingin buat anak-anaknya tidak ikut memikirkan masalahnya. Namun, ia tidak dapat menyembunyikan perih hatinya, tawanya menunjukkan tangisnya, senyumnya menunjukkan kepahitannya. Kamu tak bisa berbohong Ma, karena aku anakmu, betapa aku merasakan setiap inci perasaan pedihmu, karena aku terlahir dari rahimmu, ikatan batin yang menjadi benang merah meski kita jauh.

Suatu hari aku bertanya untuk kesekian kali padanya, ”Ma, apakah engkau mencintai papa? apakah mama pernah mencintai papa?”, namun ia tetap menjawab ”Tidak, aku tidak mencintai papamu”, ”Lalu mengapa engkau tidak mencoba mencintainya?” tanyaku. Dan ia tidak menjawab apapun, tapi hatiku mengatakan betapa ia pernah mencintai papa, meski itu semua memudar, meski kusadari betapa cinta itu sesungguhnya dapat hilang namun aku yakin bukan itu inti dari hubungan mereka selama 23 tahun pernikahan yang kandas itu, tetapi Iblis yang merasuki kehidupan keluarga kami. Diakhir zaman ini iblis sedang berusaha menghancurkan setiap rumah tangga Kristen, Tuhan menghendaki keutuhan rumah tangga Kristen sebab rumah tangga Kristen adalah gambaran rahasia Kristus dengan jemaat-Nya (Efesus 5:22-33; 1 Korintus 7:10,11). Tidak ada rumah tangga yang tidak memiliki masalah dan dua menjadi satu adalah proses sehingga itu bukanlah hal yang mudah, namun yang terpenting adalah kasih Kristus harus tinggal dalam hati kita. Kita setiap manusia diberi kehendak bebas oleh Tuhan sehingga hal itulah yang berlaku dalam hidup orangtua kita, namun bukan berarti Tuhan tidak mengetahui, sebab Dia adalah Allah yang turut bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi kita orang percaya (Roma 8:28).

Hari terakhir saat aku akan kembali ke Jogja, aku melihat tangisnya lagi, aku mendengar rintihannya lagi. Sepertinya ia sudah menganggap aku wanita dewasa yang bisa mendengar keluh kesah seorang wanita lainnya. Kami berbicara dari hati kehati, hingga emosiku meninggi dan kukatakan padanya; ”Ma, kau menyia-nyiakan hidupmu selama 23 tahun ini, engkau yang membiarkan dirimu penuh penderitaan baik cintamu, hidupmu, kerja kerasmu dan semua. Padahal engkau layak bahagia, temukan kebahagiaanmu. 23 tahun Ma.....sekarang carilah kebahagiaanmu..sisa-sisa hidupmu untuk kebahagiaan. Ceraikan papa!”. Entah suara siapa yang berkata seperti itu, namun empatiku benar-benar menyulut emosiku untuk mendukung ia bercerai, meski pada akhirnya aku tersadar apakah kebahagiaan itu akan ia temukan setelah berpisah secara hukum dengan papa?? karena akhirnya kusadari kebahagiaan itu hanya akan ia dapatkan saat ia mau melepaskan kepahitannya, mau mengampuni papa, mengampuni orang-orang yang sudah menyakitinya dan berserah pada Allah.

Akhirnya aku tetap ”sakit”, seperti virus, ia memang menggerogoti kita saat kekebalan iman kita lemah dan rasanya begitu menyiksa, mungkin seperti orang sakaw dan sangat kronis, hingga lebih baik masuk ICU. Penderitaan itu saya alami belasan tahun, saya menderita insomnia, saya berteriak sendiri, saya menangis sendiri di tengah malam yang gelap, saya semakin ling-lung, saya selalu curiga pada setiap orang, saya takut disakiti, hidup saya penuh ketakutan, kebencian, kadang-kadang saya ingin sendiri kemudian tiba-tiba saya ingin di keramaian. Keramaian yang sangat gaduh, tapi hatiku tetap sepi. Kadang-kadang dada saya terasa sesak, dan tiba-tiba ”ingatan-ingatan” itu muncul, saya seolah kembali lagi ke masa lalu, atau berada di dalam rumah. Begitu menyiksa, hingga saya ingin memarahi orang padahal ia hanya melakukan kesalahan kecil. Saya menjadi orang yang tidak dapat diatur, keras kepala dan sangat egois, saya tidak berperasaan dan terus memainkan logika dan ambisi. Dan itu tidak memberi kan ”Ketenangan” dan ”Kedamaian” dalam diri saya.

Aku mencarinya kemana-mana, dimana ketenangan itu. Hingga aku kasihan pada diriku sendiri karena aku tidak menemukannya. Aku tidak tenang karena aku hidup dibayang-bayangi oleh trauma itu, dihantui oleh luka batin, kekecewaan dan kepahitan. Dan kemudian aku ingin meraih kesembuhan dan tidak ingin terus berbaring sakit. AKU INGIN SEMBUH!!!Buatlah keputusan sekarang juga untuk lepas dari akar kepahitan itu! Jika kita tidak ada keinginan untuk memutuskan lepas dari kepahitan itu, maka selamatlah menikmati penderitaan itu sampai akhir hidup dan selamatlah berenang-renang terus dalam kubangan iblis. Saat ini Allah sedang mengetok hati kita supaya di selamatkan. Bukankah kita tak kan menyia-nyiakan hidup ini, tentu kesembuhan yang kita cari bukan?!!!

Caranya? Aku mulai menatap masa depan. Dengan menatap masa depan, perlahan kita bisa lupakan masa lalu. Bukan sepenuhnya masa depan yang dimaksud adalah cita-cita kita baik karir maupun pendidikan, jika itu yang dimaksud dari dulu aku sudah mencanangkan cita-cita dengan ambisi untuk menjadi wanita sukses dan mandiri, saat hidup dengan kepahitan itu justru aku bekerja keras untuk memperoleh semua itu agar bisa lepas dari keluargaku kelak. Bukan masa depan seperti itu yang dimaksudkan disini tetapi masa depan itu adalah sisa-sisa hidup kita. Apakah kita akan menghabiskan sisa-sisa hidup ini untuk meladeni kepahitan, trauma dan kesakithatian itu? Cukup....cukup 21 tahun aku ”menikmati” kebusukan hati itu karena ada masa depan menanti kita, masa depan yang direncanakan Tuhan, bukan kita manusia. Masa depan itu adalah kebahagiaan kita, ketenangan dan jalan yang menurut kehendak Tuhan. Ya, melupakan masa lalu berarti menutup pintu atas masa lalu itu; dan membukakan pintu bagi masa depan.

Berbicaralah dan berdoalah pada Tuhan. ”Ingatan” selalu akan muncul dalam kehidupan kita. Tidak dapat dipungkiri memang bahwa masa lalu akan selalu menjadi bagian dalam hidup kita. Masa lalu akan hilang dan terlupakan jika kita menderita hilang ingatan. Tapi, saat ini kita masih sadar, dan masa lalu tidak mungkin kita lupakan, ”ingatan” pahit itu pasti akan selalu mencoba mengintip sampai merong-rong kehidupan kita sehari-hari. Saat ingatan itu muncul tiba-tiba, berdoalah pada Tuhan dan berperanglah dengan iblis, karena iblislah yang mencoba mengirim ”virus-virus” itu agar engkau kembali terpuruk. Yesus akan melawatmu dengan cara membuat luka itu mati rasa sehingga ingatan itu akan hadir dilingkupi rasa damai dan bukan sakit hati lagi.

Kasih! Melakukan kasih dalam kehidupan sehari hari akan mengubahkan hidupmu. Ingat, kasih itu pemaaf dan kasih itu tidak pendendam. Aku mulai mengawalinya dengan menekan diri dari amarah dan berpikir positif terhadap apapun. Dan doakan aku agar tetap bertahan dan menjadi lebih baik lagi dalam menerapkan ”kasih” itu. Melalui kasih, lenyapkan kepahitan!!!Menangislah bila perlu, menangis....dan menangislah bila itu membuatmu tenang kemudian ....air mataku menetes begitu saja...namun bila sudah berhenti menangis....kubur semua hal itu....kembali maju. AMPUNI....AMPUNI hal-hal yang menyebabkan kepahitan itu. Dua hal perlu dilakukan: Menciptakan kedamaian di tengah badai dan menyembuhkan ingatan-ingatan menyakitkan yang membuat kita terus terbelenggu dalam ingatan masa lalu.

Hal itu kualami lagi terus dan terus, ternyata Iblis tidak akan membiarkan kita berbalik padanya. Ia akan selalu mengejar kita, mencoba mencari celah-celah dalam ruang hati kita dalam berhubungan dengan Allah, ia akan selalu mengais-ngais setiap alam pikiran kita hingga ingatan pahit itu terlintas dan kita menderita lagi. Sampai saat ini, kedua orang tua saya belum di pulihkan, belum ada perubahan apapun yang terjadi, bahkan sekarang mereka sudah pisah rumah. Saya kira, dulu saya akan sembuh bila mereka sudah dipulihkan terlebih dahulu. Namun, bukan itu solusinya. SOLUSINYA adalah ubahlah dirimu terlebih dahulu, PULIHKAN dirimu terlebih dahulu. Jangan meminta orang lain yang dipulihkan, karena mereka adalah pekerjaan Tuhan yang lain, dan Allah punya rencana yang lain bagi mereka. Sekarang anda dan saya yang harus memulihkan diri sendiri.

Meskipun saya sudah memutuskan untuk belajar mengampuni, bertobat, dipulihkan dan terus bersukacita, tetaplah kondisi itu tidak akan berubah 100% dalam sekejap. Allah bekerja dalam hidup dan pemulihan kita secara konsisten. Semalam aku baru saja merasakan ingatan pahit itu kembali, gelisah itu muncul lagi, tapi kali ini aku berjuang....melawan virus itu, berkali kali aku berdoa, ”Tuhan, bawalah kembali supaya aku berbalik, jadikan luka ini menjadi damai sejahtera”, sekali lagi kukatakan ”Tuhan, bawalah kembali supaya aku berbalik, jadikan luka ini menjadi damai sejahtera”, dan berkali-kali kukatakan hingga perasaanku jauh lebih tenang. Saya menyadari bahwa aku akan sering mengatakan itu untuk proses penyembuhan sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan, karena semuanya itu berdasar ”kalender” Allah sendiri. Ingat, segala sesuatu itu Tuhan kasih indah pada waktunya!!!

Memutuskan untuk benar-benar berjalan lurus sesuai kehendak Allah memang tidak mudah. Sebenarnya itu mudah, hanya karena kita sudah terlalu lama bersekongkol dengan iblis yang membuat kita terlalu berat mengartikan dan merasakan Kasih Allah dan Kehendak Allah. Namun, biarkan Tuhan yang bekerja dan mengendalikan kita. Katakan padanya ”Biar hidupku Engkau yang atur, bukan kehendakku namun kehendak-Mu, jadilah!!!”. Apa yang membuat kita merasa pahit hari ini, akan membuat kita memuji Tuhan esok.(TM)
Komplek Yadara, Jogja, 2006
*sebuah proses panjang untuk mengampuni

No comments:

Post a Comment